Islam Dalam Bingkai Keimanan dan Kemanusiaan
Synopsis
Ada dua persoalan penting yang menjadi fokus pembahasan dalam buku ini, sekaligus menjadi permasalahan umat yang tidak pernah kunjung usai untuk diperbincangkan. Persoalan itu jika dipetakan muaranya pada dua hal yang sangat fundamental yaitu keimanan dan kemanusiaan. Islam yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Muhammad, baik melalui perantara maupun perjumpaan langsung adalah agama yang diyakini sebagai penyempurnaan dari agama-agama yang telah mendahuluinya. Penjelasan ini selaras dengan informasi Al-Qur’an yang menguraikan kesempurnaan Islam dan tanda terhentinya wahyu Tuhan kepada manusia ( Q.S Al Maidah, 3 ). Ayat ini tidak menafikan bahwa agama yang dibawa oleh nabi sebelum Rasulullah Muhammad bukan agama Islam. Sebaliknya ayat di atas memberikan penegasan bahwa posisi risalah yang dibawa Muhammad adalah penyempurna dari agama yang sama yang di bawa oleh para nabi danrasul sebelumnya. Hal ini dapat dipahami dari penjelasan Al Qur’an tentang Islam sebagai agama dan ajaran yang dikonsumsi oleh para nabi dan umat terdahulu (QS Al-Baqarah: 132)(QS Āli
‘Imrān: 52)(QS An-Naml: 31). Kedudukan Muhammad sebagai nabi sekaligus Rasul adalah harga mati (final) bagi mayoritas umat Islam. Oleh karena itu berbagai bentuk pengakuan kenabian yang di klaim seseorang setelah wafatnya Rasulullah selalu menuai reaksi di kalangan umat Islam. Di samping fenomena di atas, beberapa dekade lalu telah muncul tren pemikiran baru dalam jagat pemikiran Islam kontemporer yang popular dengan nama SEPILIS (sekularisme, pluralisme dan liberalisme). SEPILIS sesungguhnya adalah ideologi impor yang berasal dari barat dan sekarang ini menjadi dagangan laris dalam pasar ideologi dan teologi di Indonesia.
Permasalahan kedua yang tidak kalah menarik untuk diperbincangkan adalah persoalan kemanusiaan dengan berbagai aspeknya. Salah satu persoalan pokok adalah tentang moralitas. Moral atau di kalangan umat Islam lebih popular disebut dengan akhlak merupakan persoalan akut yang perlu segera mendapatkan jawaban. Budaya modern yang merupakan produk impor dari dunia barat ataupun sebagian dari peradaban timur tidak dipahami secara holistik. Persepsi yang keliru dalam memahami makna modern mengakibatkan tercerabutnya sendi-sendi kultural yang telah lama bersemayam di dalam masyarakat. Hedonisme, materialisme, dan bentuk isme-isme lain terus menjadi tren dan menjadi standar gaya hidup seseorang kalau mau dikatakan kekinian.
Akhlak menjadi barang yang mahal untuk tetap bertengger di otak dan bersemayam dalam nurani manusia. Akhlak tidak lagi menjadi prioritas untuk mengukur seseorang dikatakan sebagai pribadi yang sukses. Tolak ukurnya lebih dikedepankan pada aspek materi, kedudukan, pangkat serta aspek-aspek materialisme yang lain. Meskipun ini merupakan fenomena yang sedang terjadi di tengah masyarakat, tentu perlu diupayakan secara terusmenerus sebagai bentuk penyadaran akan pentingnya akhlak bagi kehidupan pribadi, masyarakat serta kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dari itu kehadiran buku yang ada di hadapan pembaca ini meskipun cakupan pembahasannya tidak begitu luas, akan tetapi mencoba untuk menyuguhkan agenda perbincangan yang bermaksud untuk meneguhkan kembali akidah Islam sekaligus memberikan wawasan akan pentingnya membumikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Harapan besarnya adalah karya yang sekelumit ini mampu menjadi salah satu oase di tengah dahaga moralitas yang semakin tidak menentu.